Senin, 02 April 2012

Di ARena Kolam Renang

Pesta Pekan Olahraga Nasional ke XV baru saja usai, akan tetapi kenangan dan bayangan wajah seorang atlit renang dari salah satu provinsi di Indonesia itu (sengaja aku nggak mau menyebutkan daerah asalnya), masih lekat terbayang dalam ingatanku, Jerry namanya.

Pada saat acara pembukaan PON XV semua atlit berdefile berdasarkan urutan yang sudah ditentukan oleh panitia penyelenggara, pada saat itu mataku menatap seraut wajah yang bagiku terasa lain dari pada yang lain, rasanya wajah itu begitu special bagiku dengan mata elangnya yang seakan menusuk sampai dasar hati yang paling dalam, untuk mengenalnya lebih jauh rasanya tidak mungkin karena begitu banyaknya peserta yang berdefile sedangkan jarak antara aku dan dia cukup lumayan jauhnya. Aku tahu dia atlit dari provinsi itu karena kulihat dari seragam yang dipakainya, karena di depan barisannya ada tulisan daerah asalnya yang begitu besar dan ditulis dengan huruf yang mencolok, tapi aku masih belum mengetahui dia atlit untuk cabang olah raga apa?

Sampai akhirnya suatu sore aku iseng-iseng datang ke gelanggang renang yang ada di GOR Renang Kertajaya, karena aku memang bukan atlit yang diunggulkan sehingga dalam babak penyisihan aja sudah keok, jadi masih banyak waktu yang tersisa untuk santai sambil menikmati rekan-rekan atlit berlaga digelanggangnya masing-masing. Dan aku paling menyukai gelanggang renang, karena alasannya yah tahu sendiri khan? Disana banyak body-body yang bagus yang hanya terbungkus celana yang sangat minim sekali bahkan seminim mungkin untuk meringankan gerak tubuh pada waktu berenang.

Pada saat babak penyisihan kudengar dari pengeras suara, yang menyebutkan nama-nama atlit yang akan berlaga dilintasan yang juga ikut disebutkan. Dan akhirnya kudengar sebuah nama Jerry atlit renang yang mewakili propinsinya yang sebelumnya sudah kuingat-ingat karena kepenasaranku. Betapa hatiku berdegup dengan kerasnya ketika kulihat si mata elang itu, ternyata dia bernama Jerry, oh Jerry, Jerryku kamu mau berlaga sore ini. Walaupun mataku hanya terpaku pada wajahnya dan bodinya yang begitu aduhai itu, dengan dada bidang membentuk segitiga dan pinggang yang ramping serta otot lengan yang bertonjolan tergambar secara jelas, mungkin sekali dia sering mengikuti program fitness yang cukup ketat.

Aku berusaha untuk menahan diri, akan tetapi aku tak mampu. Akhirnya aku bangkit dari dudukku dan menuju ruang ganti atlit karena aku tahu pasti bahwa sehabis berlaga pasti masuk keruang ganti untuk menunggu giliran selanjutnya kalau menang dan untuk ganti dengan pakaian seragam daerahnya kalau kalah. Ternyata setelah usai perlombaan renang tersebut, kudengar dari pengeras suara, namanya tidak terdaftar sebagai pemenang, akan tetapi dia berada diurutan yang kesekian sehingga dia tidak mungkin untuk tampil dibabak berikutnya dan hal ini aku makin bersorak karena dengan demikian aku mempunyai banyak waktu untuk berkenalan, mengobrol dan yang lainnya.

Ketika simata elang itu memasuki ruang ganti dengan wajah yang kuyu dan tak bersemangat, aku segera menghampirinya dan menyapanya.

"Hallo, anda sudah berusaha dengan baik, tapi rupanya nasib baik belum berpihak kepada kita," kataku untuk memulai pembicaraan sambil aku mengangsurkan tanganku untuk menjabat tangannya.
"Aku Arie, kamu Jerry khan?"

Dia menyambut tanganku dengan senyum yang agak dipaksakan karena beban yang baru dilaksanakan untuk membawa nama baik daerahnya tidak berhasil. Aku tahu hal itu, maka aku segera mengajaknya bicara lagi, walaupun dia kelihatan ogah-ogahan, akan tetapi dalam hati aku punya niat untuk menaklukan si mata elang ini dengan berbagai macam cara yang dapat kulakukan, walaupun mungkin orang lain akan berkata nekat, gila atau lain sebagainya.

"Jer, kita senasib," kataku lagi.
"Kamu dari cabang olah raga apa?" tanyanya.
"Dari atletik," jawabku singkat.
"Kamu, sudah lomba hari ini," lanjutnya lagi.
"Sudah, tadi pagi terus hasilnya sama kayak kamu, keok juga dibabak penyisihan," jelasku lagi.

Dari jawabanku tadi rupanya membuat dia agak terhibur dengan kekalahannya dan merasa kalau ada seseorang yang senasib dengannya, sehingga dia mulai terbuka dan mulai antusias.

"Ok, aku mandi dulu yaa, terus nanti kita ngobrol bareng"
"Ok, aku tunggu diluar yaa," jawabku untuk berbasa-basi.
"Nggak usah, disini aja," pintanya.

Dasar aku memang penginnya melihat bodinya secara seutuhnya, maka akupun tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Aku sengaja mengambil tempat duduk yang persis berhadapan dengan shower dimana dia sedang mandi, dan kayaknya sudah jadi kebiasaannya dia untuk mandi, ganti pakaian dengan telanjang bulat dan nggak merasa risih atau malu dilihat oleh orang lain, walaupun pada saat itu kulihat otot diselakangannya lumayan besar walaupun habis terendam air kolam renang dan juga kena air shower yang cukup dingin menyegarkan itu.

Dan kulit disekujur badannya begitu mulus, putih bersih dan hanya ditumbuh bulu-bulu yang hitam disekitar selakangannya saja, dan pemandangan ini begitu membuatku melayang-layang dalam angan-anganku untuk bisa mencumbuinya, menyelusuri sekujur tubuhnya yang mulus itu dan bermain-main dengan penisnya yang kekar itu. Sampai kurasakan ada tangan kekar yang menyentuh pundakku, seketika aku tersadar dari lamunanku.

"Lagi melamum yaa," katanya.
"Hmm," gumanku dalam hati aku berkata, "Aku lagi mengagumi keindahan tubuhmu dan aku ingin menghisap penismu, kuharap kamu mengerti"
"Aku sekarang sudah nggak punya beban mental lagi," jawabnya .
"Enaknya kita keliling kota Surabaya aja, yaa," pintanya.
"Ok, aku juga nggak keberatan koq menemani kamu jalan-jalan, syukur kalau aku bisa jadi guide kamu," jawabku.

Dari perkenalan yang baru saja, kami sudah akrab seperti kawan lama yang bertemu kembali dan dari obrolan santai selama ini kuketahui bahwa Jerry masih berumur 20 tahun dan dia masih menjadi mahasiswa disalah satu perguruan tinggi dikotanya. Dengan tinggi badan sekitar 180 cm, lingkar lengan 37 cm dan lingkar pinggangnya 66 cm, makin membuatku terpesona dengan bentuk tubuhnya yang nyaris sempurna bagiku dan yang menjadi idam-idamanku selama ini, dengan wajah yang lumayan tampan dan yang paling menarik dari semuanya itu adalah sorot matanya yang tajam bagaikan burung elang yang sedang mencari mangsa, akankah aku yang menjadi mangsanya?

Akhirnya malam itu kami berdua jalan-jalan ke Galaxy Mall yang letaknya tidak jauh dari GOR Kertajaya, kami berdua mampir dulu ke Pizza Hutz untuk mengisi perut karena Jerry merasa sangat lapar setelah berlomba tadi, setelah putar-putar dari lantai satu sampai tiga akhirnya kami berhenti di Studio 21 yang ada dilantai tiga di depan arena Time Zone. Karena film yang diputar saat itu MI.2 (Mission Imposible 2) aku menyukainya dan Jerrypun menyetujuinya maka aku membeli dua tiket masuk dan nontonlah kami berdua sambil ngobrol mengenai latar belakang cabang olah raga yang ditekuni masing-masing dan juga cerita dari daerah asal kami masing-masing sampai tak terasa waktu dua jam lebih telah berakhir dengan usainya pemutaran film tersebut. Setelah sampai diluar, aku jadi binggung, abis sudah sepi sedangkan jalan-jalan di Surabaya belum seluruhnya kuhafal, demikian juga dengan Jerry. Mau pulang sendiri-sendiri ke arah tempat tinggal kami selama di Surabaya, sangat berjauhan. Hingga Jerry punya usul.

"Ar, gimana kalau malam ini kamu tidur ditempat saya aja yaa, jadi kalau misalnya nyasar, yang nyasar dua orang barengan, nggak sendiri-sendiri? Ok," pintanya.
"Ok," jawabku sambil tersenyum dalam hati aku berkata, "Ini yang kuharapkan dari tadi"

Akhirnya kami memanggil taksi yang membawa kehotel tempat Jerry tinggal di Surabaya. Didalam taksi aku mulai menyelidik.

"Jer, bukannya sekamar ditempati dua orang," tanyaku, "Terus kamu mau ngajak aku nginap ditempatmu, terus aku mau kamu suruh tidur disofa yaa," tanyaku sambil bercanda.
"Ha, ha ha Ar, Ar, kamu bisa aja," jawabnya.
"Teman sekamar saya hari ini lagi ada lomba diluar kota, jadi kamarnya kosong tinggal aku sendiri yang tinggal, makanya aku berani ngajak kamu nginap ditempatku," jelasnya.

Setelah sampai di kamar yang ditempati Jerry, lumayan juga kamarnya cukup gede dan tempat tidurnya double bed lagi yaitu sebuah tempat tidur besar untuk berdua. Yang makin membuat pikiran nakalku timbul lagi.

"Asyik, ranjangnya satu," sorakku dalam hati.

Karena begitu penatnya acara hari ini buat Jerry, tanpa ba bi Bu dia langsung aja copot seluruh pakaiannya dan hanya tinggal memakai CD aja, dia langsung mengelosoh ditempat tidurnya sambil berkata.

"Ar, sorry yaa, aku begitu capek hari ini"
"Ok, boleh aku memijit kamu untuk meredakan keteganganmu," usulku.
"Dengan senang hati kalau kamu mau," jawabnya lagi.
"Apa kamu punya lotion"

Dia segera bangkit dari tempat tidurnya dan menuju ke lemari dan mengambil satu botol sedang lotion dan diberikannya kepadaku. Dan dia segera tengkurap kembali. Kutuangkan sedikit lotion ditanganku dan mulai kuurut dari tenguknya dan kebawah lagi ke punggungnya.

"Aduh Ar, enak benar pijitan tanganmu," komentar Jerry, "Aku nggak rugi deh kenalan sama kamu yang pintar mijat," pujinya.

Aku diam saja tapi dalam hati aku berkata,

"Eh, kamu belum tahu yaa pijatan saya yang lain, yaitu pijatan lidahku dipenismu, ntar bakal kamu rasain deh"

Setelah punggungnya selesai kupijat sampai kepinggang, aku segera mengalihkan pijatanku pada kakinya yang kekar dan berotot itu dari bawah sampai kepahanya dan kulanjutkan kepantatnya yang berisi isi. Rupanya dia begitu menikmati setiap pijatan dan rabaan tanganku, hal ini terlihat dari tidak adanya komentar darinya saat tanganku mulai menjelajah daerah-daerah yang sensitif ditubuhnya. Sampai akhirnya aku memintanya untuk membalikkan tubuhnya menjadi telentang dan..

"Oh my God" ternyata ada benjolan sebesar telur ayam yang berwarna kemerah-merahan yang menyembul diantara pusarnya dari celana dalamnya yang mini itu, tapi dia tidak berusaha untuk menutupinya terhadapku walaupun aku baru dikenalnya sore tadi. Untuk mengalihkan perhatianku, aku mulai memijat tangannya secara bergantian dan kuteruskan dengan kedua kakinya bagian depan sampai aku berhenti dipinggannya yang muncul benjolan seperti jamur ditengah-tengah dibawah pusarnya. Kulihat wajahnya dan matanya, tidak ada nada protes, kemudian kudengar suaranya memecah kebisuan kami berdua selama ini.

"Ar, kenapa berhenti," protesnya.
"Aku malu Jer mau melanjutkan, apa kamu nggak malu kelihatan ujung penismu yang menyembul dari celdal yang tak mampu menampung rudalmu yang gede itu," jawabku.

"Oh itu," lanjutnya, "Sudah biasa tuh kalau penisku ngaceng pasti nyembul dari balik celdal miniku ini," jelasnya lagi.
"Kalau mau sekalian aja saya copot yahh nih celdal biar enak dan bebas, kalau kamu mau mijitin sekalian juga nggak apa-apa koq," sambil dia melorotkan celdalnya lalu dilemparnya ke lantai.
"Eh nekat benar nih anak," kataku dalam hati.

Segera kuambil lotion yang kutuang ditelapak tanganku dan kulumurkan dibatangnya yang sudah dari tadi ngaceng dan juga sedari tadi aku pengin menyentuhnya tapi tidak ada cara untuk memulainya baru sekarang kesempatan itu kudapatkan, maka tanpa dikomado untuk yang kedua kalinya.

Kuelus-elus, kupijat-pijat dan kukocok perlahan-lahan yang menimbulkan reaksi yang begitu hebat dengan terdengarnya rintihan dan lenguhan dari mulut Jerry.

"Ayo, Ar, terus Ar, enak sekali Ar," pintanya.
"Biar afdol, kamu juga buka dong baju kamu semuanya," lanjutnya.

Aku segera beringsut dari tempat tidur dan mulai membuka satu persatu pakaianku yang menempel ditubuhku hingga telanjang bulat seperti Jerry. Dan aku mengambil posisi jongkok diatas kedua paha Jerry, sambil kembali mengocok penisnya yang tegak melengkung itu dengan kepala besar berwarna kemerah-merahan. Tanpa kuduga tangan Jerry meraih penisku yang memang sudah sedari tadi ngaceng melihat pemandangan indah yang ada dihadapanku ini. Tapi posisi seperti ini tidak bertahan lama karena Jerry tiba-tiba membaringkan aku disisinya dan kemudian dia mulai menciumiku dengan sangat bernafsu seperti orang yang sedang kehausan dipadang pasir.

Aku jadi kewalahan dalam menghadapi serangan Jerry yang tak kuduga sebelumnya, padahal aku yang punya rencana untuk memberikan kejutan pada Jerry, ternyata sebaliknya justru aku sendiri yang terkejut dengan ulah Jerry yang begitu diluar dugaanku sebelumnya.

"Jer, Jer, aku.. aku," kataku yang tak bisa kulanjutkan lagi karena ciumannya pada bibirku dan kudengar bisikannya ditelingaku.
"Ar, Ar maafkan aku Ar, aku begitu mengagumimu dengan ketegaran hatimu dalam menghadapi kekalahan diarena, sejak itu ada perasaan simpati, ingin mengenalmu seutuhnya dan apa lagi aku nggak ngerti, aku memang gay," jawab Jerry.
"Oh Jer, ternyata kita saling mengharapkan dan ingin saling mengetahui seutuhnya dari sisi kehidupan kita masing-masing," lanjutku.
"Ok Jer, please aku siap mau kamu perlakukan semaumu malam ini," kataku pasrah.
"Oh tentu Ar, tapi aku nggak mau egois, kamupun juga punya hak sama atas diriku, ok?" katanya.

Setelah kecupan dan saling melumat bibir masing-masing, aku mulai menciumi puting didada yang bidang itu dan kutelusupkan bibirku diketiaknya yang beraroma kejantanan itu, dan terus turun kepusarnya dan kurasakan ada benda hangat dan keras yang menyentuh-nyentuh leherku dari arah bawah yang segera kulumat benjolan sebesar telur ayam itu, ketika kumasukkan ke dalam mulutku kurasakan kehangatan benda itu dengan kejut-kejut yang menggelinjang dirongga mulutku. Kumasuk keluarkan tuh penis yang ngaceng kaku dengan bibirku sambil kuhisap-hisap dan kusedot-sedot dan rupanya Jerry merasakan kenikmatan yang luar biasa dengan apa yang kulakukan itu.

Karena aku tidak ingin segera mengakhiri permainan itu secepatnya, maka segera kulepaskan hisapanku pada penisnya dan kemudian yang menjadi sasaranku adalah kantong pelirnya dan terus kebawah lagi ke lubangnya yang ditumbuhi rambut-rambut halus disekelilingnya. Rupanya Jerry mengerti dengan apa yang kuinginkan, segera diraihnya botol lotion dan diusapkan disekitar lobangnya sambil berusaha untuk melemaskan lobangya dengan cara memasukkan jarinya ke dalam lobangnya.

"Ok, Ar aku sudah siap, please, masukkan punyamu dilobangku," pintanya.
"Ok, Jer"

Segera kubimbing penisku yang ukurannya lebih kecil sedikit bila dibandingkan dengan penis Jerry yang kepalanya membonggol itu, kuarahkan kelobang pantat Jerry dan.

"Ohh, aduh Ar, enak Ar," racau Jerry.
"Ayo terus Ar, goyang terus Ar"
"Ooohh Arr, ennaakk Ar, Yaahh, oohh yess enak Ar"

Akupun segera mengimbangi dengan gerakan maju mundur dengan cepatnya dan tak berapa lama kemudian aku mengejang dan

"Ohh Jer, aku mau keluar nih," kataku.
"Ooohh, Jerr, enakk Jer, nikmat Jerr," sambil kulumat bibirnya aku mengelosoh di sebelahnya dengan nafas yang masih tersengal-sengal sambil kunikmati sisa-sisa kenikmatan dari hasil pendakianku tadi kubisikkan ditelinga Jerry.
"Ayo Jerr, sekarang giliran kamu mengadakan pendakian sampai kepuncaknya"

Segera Jerry bangkit dari tidurnya dan kemudian mulai mencumbuiku dari ujung kepala sampai keujung kaki dan kemudian berhenti dipenisku yang barusan mengeluarkan pejuhnya. Dibuatnya bermain dengan lidahnya, dikulumnya dan disedotnya sampai kurasakan mulai ada ketegangan lagi yang menjalari penisku kemudian Jerry mulai mengendus kantong pelirku dan kemudian lidahnya bermain-main disekitar lobang anusku dan berusaha untuk memasukkan lidahnya ke dalam lobangku. Hal ini kurasakan berapa saat sampai aku sendiri merasakan lobangku sudah siap untuk menerima milik Jerry yang lebih besar dariku, ketika penetrasi dari penis Jerry mulai membuka lobangku kurasakan ada benda hangat yang menyeruak masuk dan aku merasakan kesakitan, pedih panas tapi itu kurasakan untuk beberapa saat sampai seluruh batang Jerry masuk sepenuhnya ke dalam lobangku dan dia memberikan sedikit waktu untuk relaks agar lobangku bisa menerima dan menyesuaikan dengan penisnya yang besar itu yang panjangnya sekitar 19 cm dengan diameter kurang lebih 5 cm itu.

Ternyata Jerry bukan tipe orang yang egois yang hanya mau memperhatikan diri sendiri akan tetapi dia juga memperhatikan lawan mainnya. Setelah beberapa saat aku merasa siap, kuberi tanda pada Jerry untuk memulai pendakiannya, dengan mengangkat kedua kakiku dan dipanggul diatas pundaknya, kurasakan batang Jerry yang pejal itu menyodok-nyodok sampai keperut, akupun jadi terangsang kembali dan segera kukocok kembali penisku yang sudah ngaceng kembali sejak dipermainkan oleh Jerry tadi. Kurasakan begitu nikmatnya benda hangat dan pejal didalam lobangku, sampai akhir.

"Aduh Jerr, aku mau keluar lagi nih," kataku.
"Tunggu sebentar saya juga sudah mau nyampe," kata Jerry.
"Kita keluarin bareng-bareng yaa," lanjutnya.

Beberapa sat kemudian aku melenguh dengan dengan kerasnya pertanda pertahananku sudah jebol dan tak berapa lama kemudian kudengar suara Jerry.

"Aaaoo, Jerr"
"Ooohohh Jer, eennaak Jer"
Pejuhku muncrat diatas perut dan dadaku.
"Akh, akh aaoohh" sahut Jerry sambil mencabut penisnya dari lobangku.

Kemudian mengocoknya dengan cepat dan memuntahkan pejuhnya diatas perut dan dadaku sehingga pejuhku dan pejuh Jerry bercampur menjadi satu, kemudian dengan lahapnya dia mulai menjilati pejuh kami berdua sampai tidak tersisa sedikitpun diatas perut dan dadaku, kemudian dia menghampiri aku dam mencium bibirku, ternyata didalam mulutnya penuh dengan pejuh kami berdua yang akhirnya dibuat permaianan secara bergantian antara mulutnya dan mulutku hingga akhirnya aku dan Jerry mendapatkan pejuh setengahnya dan kami telan bersama-sama.

Sebagai tanda romantisme, aku tidak mau melewatkan masa-masa yang indah itu, kupeluk erat tubuh Jerry yang kekar, penuh berotot dan seksi itu walaupun tubuhku juga tidak terlalu kecil tapi tidak sekekar Jerry. Dia menelungkupkan badannya diatas dadaku seolah-olah dia sedang menyilang, tubuhnya ada disebelah kiriku dan kepalanya yang tertelungkup berada disisi kepalaku sebelah kanan, sedangkan kaki kirinya berada diatas pahaku sebelah kiri, sambil kuelus-elus punggungnya yang padat sambil berbincang-bincang santai.

"Jerr, ternyata kamu hebat, aku kalah deh sama kamu dengan skor dua satu," kataku.
"Kamu juga Ar," katanya.
"Apakah kita saling jatuh cinta atau hanya karena saling membutuhkan, Jer," tanyaku.
"Aku tak tahu Ar, tapi harapanku semoga pertemuan kita ini tidak hanya berakhir begitu saja dengan berakhirnya pesta PON ini," lanjutnya.
"Tapi kapan lagi ada kesempatan seperti saat ini," kataku lagi, "Bukannya tempat tinggal kita saling berjauhan, aku ada dibelahan timur sedangkan kamu ada dibelahan barat dari negeri kita ini"
"Bukannya masih ada beberapa hari lagi sebelum PON berakhir," kata Jerry.
"Betul," jawabku.
"Gimana kalau kita melewatkan waktu yang beberapa hari ini secara bersamaan, ok?" kata Jerry.
"Its good idea," sambungku.

Seperti yang menjadi kesepakatan kami berdua, akhirnya tiada hari yang kami lewatkan dengan sia-sia selama masih ada waktu untuk berkumpul di arena PON XV.

Kadang Jerry yang datang kekamar hotelku dan mulai bercumbu dan mereguk kepuasan bersama disaat rekan sekamarku sedang berlaga dan kadang aku yang datang ketempat Jerry menginap disaat rekannya berlomba diarena, kamipun juga berlomba untuk mencapai pendakian dan kepuasan.

Ketika upacara penutupan PON dilaksanakan pada hari terakhir, pada saat seluruh atlit berkumpul membentuk barisan untuk berdefile berdasarkan cabang olahraganya masing-masing, maka aku dan Jerry langsung saja cabut dari arena itu dan mencari tempat untuk mojok, tanpa menunggu upacara penutupan itu selesai. Karena begitu banyaknya atlit yang berkumpul sekitar 6000 orang, jadi kalau berkurang dua orang saja tidak mungkin mempunyai arti dalam barisan tersebut, karena hari ini merupakan hari terakhir kami bisa bersama sedangkan esok pagi kami sudah harus kembali kedaerah kami masing-masing. Pada malam itu kami lewatkan dengan seluruh kemampuan kami berdua dan hampir semalaman kami tidak tidur karena ingin melampiaskan dahaga kami sampai sepuas-puasnya, mungkin empat atau lima kali kami ngecrot dalam waktu semalam itu.

Sekarang PON XV telah usai, tinggallah aku sendiri dengan kenanganku yang tak akan hilang begitu saja. Kurenungkan ternyata slogan PON telah menjadi kenyataan diantara aku dan Jerry yaitu PON memperat kesatuan dan persatuan bangsa. Baru dua hari yang lalu aku berpisah dengan Jerry, akan tetapi ada satu perasaan yang hilang, entah apa itu aku juga tak mengerti. Akankah aku jatuh cinta pada Jerry atau?

"Oh, aku tak tahu".

Sore itu ketika aku duduk sendirian menghadap ke arah matahari tenggelam. Kubisikan kata-kata.

"I missed you Jerry, aku kangen berat sama kamu, kapan kita bisa bertemu lagi, apa kamu juga kangen sama aku Jerry"

Aku tak tahu apakah Jerry juga mempunyai perasaan seperti yang aku rasakan saat ini, sampai kudengar dering telepon yang membangunkan aku dari lamunanku dan segera kuangkat gagang telepon itu.

"Hallo"
"Hallo, Arie yaa," jawab suara diseberang sana.
"Iya betul, kamu Jerry yaa"
"Aku kangen berat deh sama kamu Ar, makanya aku telpon kamu," jawab Jerry.
"Sama dong Jerry, aku baru saja duduk termenung sambil membisikan kata aku kangen kamu Jerry, dan ternyata angin yang baik hati menyampaikannya pesanku padamu, terbukti kita punya rasa kangen yang sama diwaktu yang bersamaan juga" jelasku.
"Tapi aku paling kangen sama isepanmu itu lho," goda Jerry.
"Sama, aku juga kangen sama kepala penismu yang segede telur ayam itu lho, Jerr," godaku juga nggak mau kalah.
"Ok, kalau ada kesempatan kita jumpa lagi ya dan bermain bersama lagi yaa sampai ppuuaass sekali," lanjutnya.
"Ok Jerry terima kasih, kamu sudah membuat kenangan manis dalam hidupku dan aku tak akan melupakan mata elangmu yang membuatku tergila-gila padamu," kataku.
"Ok, Ar, bye sampai jumpa yaa dilain kesempatan," kata Jerry mengakhiri pembicaraan jarak jauh kami.

"Bye, Jerry," kataku sambil menutup gagang telepon dengan perasaan yang bercampur aduk, senang, sedih, kesepian, bangga dan yang pasti aku merasa sendiri lagi dalam kesendirianku dan sepi lagi dalam kesepianku entah sampai kapan.

"Ooohh," hanya itu desahku yang keluar dari mulutku dan semuanya kembali beku, sunyi dan dingin serta hening. Entah sampai kapan lagi aku dapat bertemu dengan Jerryku atau dengan Jerry-Jerry yang lain yang sanggup menggantikannya untuk menghangatkan kembali kebekuanku ini.

Itulah yang menjadi akhir kisahku disela-sela berlangsungnya acara pesta olah raga PON XV. Di Sidoarjo, Surabaya, Jawa Timur.

E N D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar