Kolonel Amri
"Maaf
Pak, saya benar-benar tidak sengaja," kataku."Saya akui saya
salah..""Kenapa Mas bisa teledor.." katanya dengan nada keras,
tapi kemudian dia tersenyum ketika melihat wajahku yang merasa
bersalah."Saya memang sedang kurang konsentrasi, Pak." kataku kemudian,
sambil terus kuperhatikan kerusakan mobil miliknya."Tapi baiklah, saya
akan menanggung semua perbaikan mobil Bapak.""Kenapa kurang
konsentrasi dalam berkendaraan?"Pertanyaan yang membuatku gugup dan
terkejut. Aku merasa dia mengetahui apa yang sedang kupikirkan pada saat
mengendarai mobil tadi. Terus terang saja aku tadi sedang memikirkan suatu
masalah besar, masalah yang menyangkut pribadiku. Pikiranku kacau dan kalut
semenjak aku dipindah kerja ke kota lain, kota yang jauh sekali dari
harapanku."Kenapa Mas?""Oh tidak Pak," kataku sambil diam
sejenak."Terus terang saya sedang ada masalah Pak. Saya baru beberapa
minggu tinggal di kota ini. Saya kesal dan kecewa di kota ini. Saya tidak punya
terman untuk bercerita."Orang itu hanya memandangku heran. Aku bisa
mengerti keheranannya."Maksud saya.. saya punya masalah yang sangat
pribadi, dimana saya tidak bisa bercerita padasembarang orang." kataku
kemudian."Oh ya Pak, di mana kita bisa perbaiki mobil Bapak?"Tapi
rupanya dia tidak lagi tertarik dengan perbaikan mobilnya. Sehingga dia tetap
mendesakku untuk menceritakan masalah yang kuhadapi saat ini. Aku pun tidak
mengerti kenapa dia tertarik dengan masalahku."Baiklah Pak, saya akan
bicara.." kataku kemudian, sambil kuajak dia ke rumahku yang tak jauh dari
tempat kejadian. Dan aku tinggal sendiri di rumah itu. Aku pun baru tahu kenapa
dia tertarik dengan masalahku. Dia pun pernah mengalami hal yang sama seperti
diriku. Dia pernah mempunyai masalah berat dan sulit yang mengacaukan
kehidupannya. Rupanya dia empati dengan diriku.Mulailah kami berkenalan.
Rupanya dia seorang Kolonel, seorang anggota militer, Kolonel Amri namanya.
Seperti penampilan anggota militer umumnya, dia memiliki tubuh yang kekar,
tegap dan gagah. Wajahnya menurutku sangat ganteng dengan kumis melintang dan
rapih di bawah hidung dan berewok yang juga tercukur rapi. Penampilannya begitu
sempurna, aku yakin pasti banyak wanita yang tergila-gila padanya. Aku sendiri
kagum dan senang melihatnya."Saya tadi benar-benar bodoh dan
teledor," kataku pada Kolonel Amri."Entah kenapa saya tadi seperti
tidak melihat mobil Bapak di depan mobil saya.""Ya.. karena kamu
melamun," katanya. "Apa masalahmu, Di? Sehingga kamu benar-benar
dalam keadaan seperti itu."Aku diam sejenak, menimbang-nimbang apakah aku
akan menceritakan masalahku padanya. Rupanya Kolonel Amri tahu
itu."Sudahlah.. ceritakan saja." katanya mendesak diriku, "Kamu
juga sudah kenal saya, walau baru sebentar.""Saya sedang dalam
kesulitan, di kota ini saya tidak punya teman pribadi." akhirnya kumulai ceritaku."Saya
baru saja pindah ke kota ini, dan saya kehilangan seseorang yang baik dalam
hidup saya. Dia jauh di seberang lautan. Seorang teman yang mengerti segalanya,
seorang sahabat dan juga seorang saudara saya, bahkan kami seperti sepasang
kekasih. Dia begitu baik pada saya, dia mencintai dan menyayangi saya. Dan saat
ini saya benar-benar rindu ingin bertemu.."Kolonel Amri hanya
tersenyum."Saya tahu mungkin Bapak menertawai saya.""Bukan, saya
hanya tidak habis pikir, apakah di kota ini tidak ada wanita seperti dia bahkan
lebih baik dan cantik lagi."Aku hanya tersenyum mendengar
ucapannya."Sahabat saya bukan seorang wanita," kataku kemudian dengan
nada pelan.Sekali lagi Kolonel Amri diam, memandang tanpa berkata
apa-apa."Saya senang dengan sesama jenis, Pak." kataku
kemudian.Kolonel Amri hanya mengernyitkan keningnya dan terlihat begitu
terheran-heran."Saya sedang dalam keadaan nafsu yang tinggi sekali. Saya
ingin berhubungan dengan teman saya. Tadi pagi sudah saya keluarkan dengan cara
onani dua kali, dengan harapan bisa meredakan ketegangan yang saat ini sedang
saya alami."Kolonel Amri diam mendengarkan ceritaku, sambil meminum air es
yang sudah kusediakan tadi."Bagaimana mungkin itu bisa terjadi..
maksudku.. wah aku benar-benar tidak mengerti." kata Kolonel Amri."Bagaimana
mungkin kamu yang berpenampilan seperti ini menyenangi sesama jenis? Aku lihat
kamu cukup gagah, ramah, jantan.. wah aku benar-benar tidak
mengerti."Itulah yang terjadi pada diri saya," kataku.Aku pun sudah
tidak tahan memandang wajah dan penampilan Kolonel Amri. Penampilannya yang
gagah membuat jantungku berdetak kencang, kencang sekali. Setiap senyum dan
ucapannya begitu gagah. Pikiranku pun menerawang jauh, jauh sekali. Aku
membayangkan aroma tubuh Kolonel Amri, Aku bisa merasakan tubuhnya yang kekar,
dan mungkin senjatanya yang.."Saya senang dengan Bapak, kalau boleh saya
cium pipi Bapak.." kataku memberanikan diri.Kolonel Amri terkejut, raut
wajahnya berubah."Tidak mungkin," katanya. "Saya tidak seperti
itu, dan saya pasti tidak bisa melakukannya.""Tidak pa-pa Pak, Bapak
diam saja, biar saya yang melakukannya," kataku makin berani."Ha ha
ha.. apa rasanya?""Bapak akan tahu nanti.." kukunci pintu
rumahku, dan aku pun mulai mendekati Kolonel Amri, dan saat ini sudah duduk di
sampingnya.Kolonel Amri tidak bergeser sedikit pun dan hanya diam saja sambil
sesekali tersenyum. Melihat reaksinya yang tidak marah, aku pun mencium pipinya
yang hijau karena brewoknya dicukur bersih. Benar-benar aku bisa merasakan
aroma kejantanannya, seperti yang sudah kuduga. Sambil terus kucium pipinya,
tanganku pun mulai membuka satu persatu kancing bajunya yang ketat itu, di
balik bajunya ada kaos ketat hijau menyelimuti tubuh kekarnya.Kolonel Amri
hanya diam dengan semua yang kulakukan. Sepertinya dia ingin tahu, seperti yang
dia katakan tadi. Badannya yang kekar sudah tidak lagi terbungkus selembar
benang. Bulu-bulu lembut menutupi sekitar dadanya. Kuciumi sekujur tubuhnya
yang menyebarkan aroma kejantanannya itu. Ohh.. nikmat sekali, aku belum pernah
merasakan tubuh seorang anggota militer. Nikmat sekali rasanya. Benar-benar
seorang laki-laki tulen. Sambil kuciumi tubuhnya, tanganku terus beraksi ke
bawah, dengan perlahan kubuka ikat pinggang dan reitsleting celananya. Oh besar
sekali, tapi rupanya belum menegang, dia masih tertidur. Dan terus kucoba untuk
merangsangnya. Rupanya agak sedikit sulit membangunkan senjata ampuhnya itu.
Tapi aku terus melakukan gerilya di seluruh tubuhnya, hingga benar-benar tak
ada selembar benang pun. Dan aku pun juga melepas satu persatu
pakaianku.Kemudian kuhisap senjatanya yang masih tidur pulas. Besar sekali..
masuk ke dalam mulutku, sambil terus kuhisap daging kenyal itu. Aku mencoba
membayangkan besarnya saat bangun nanti. Lama sekali aku mencoba merangsangnya,
hingga jari jemariku pun ikut bermain diantara lubangnya, di bawah
senjata.Dengan tanganku itu rupanya senjata ampuhnya mulai bergerak mengeras,
sehingga membuat tanganku terus masuk ke dalam lubang anusnya. Rupanya dia
merasakan rangsangan di daerah tersebut. Kulihat Kolonel Amri mulai mengerang, menikmati
jari tanganku yang keluar masuk ke dalam lubangnya.Sejalan dengan itu,
senjatanya benar-benar menegang maksimal, hingga mulutku agak kesulitan, dan
kemudian kukocok dengan tanganku yang lain. "Ohh.. nikmat sekali Adi..
terus lakukan..aku menikmatinya.. teruss.. Ohh.. nikmat sekali.."Kolonel
Amri benar-benar sudah dalam nafsu yang besar. Aku berhasil membangkitkan
gairah nafsunya. Dia menikmatinya, ketiga jariku yang masuk ke dalam lubangnya.
Dan aku pun terus juga terangsang.Kemudian dengan izinnya kumasukkan burungku
ke dalam lubang Kolonel Amri. Dia menyukainya, diamenyenanginya, dia
menikmatinya. Terus kugenjot ke depan dan ke belakang. "Ohh.. kamu
membuatku gila.. terus masukkan yang dalam.. teruuss.. ohh nikmat sekali..
terus lih keras lagi.. terus masukkan.."Sementara burungku pun sudah tak
tahan berada di dalam seangkarnya, keluar masuk. Pantatku maju mundur untuk
memberi kepuasan pada Kolonel Amri. Aku pun menikmatinya."Enak sekali
Kolonel.. oh.. oh.. oh.. enak sekali Kolonel.."Tanganku terus mengocok
senjata Kolonel Amri yang besar itu."Aku mau keluar.. ohh.. aku mau
keluar.. kocok lebih keras lagi.. masukkan lebih dalamlagi.. aku menikmatinya
Adi.. Terus Di.. Ohh.. teruuss.. Ohh.. aku keluar.."Tanganku makin keras
mengocok, pantatku makin dalam menembus tubuh Kolonel Amri. Karena aku
punbenar-benar sudah tak tahan lagi."Croot.. croot.. croot.." Banyak
sekali lava putih mengalir dari senjata milik Kolonel Amri. Aku pun tak tahan
melihat wajah Kolonel Amri yang begitu menikmatinya, aku pun keluar di dalam
tubuh Kolonel. Oh, puas sekali yang kurasakan. Tubuhku pun jatuh lemas di atas
tubuh Kolonel Amri. Kami berdua lemas, sementara senjataku masih menusuk di
dalam tubuh Kolonel. Tangan Kolonel Amri membelai tubuh dan
rambutku."Benar-benar nikmat.. belum pernah aku merasakan yang demikan
nikmatnya." katanya dengan nafas masih tersengal-sengal, "Kamu orang
pertama yang melakukan ini pada saya.""Terima kasih Kolonel.. saya
sangat menikmati tubuh Kolonel. Maafkan saya mebuat Kolonel seperti
ini..""Sudahlah, yang penting saya menikmati juga..""Kita
mandi Kolonel," kataku sambil mencabut senjataku dari tubuh Kolonel Amri.
Dia pun meringis kesakitan.Sementara walau pun sudah keluar, senjataku masih
tegak berdiri, masih bernafsu memeluk tubuh kekar itu.Kemudian kami pun mandi
berdua. Setelah selesai kuberikan handuk besar padanya, dan Kolonel pun
melilitkannya ke pinggang hingga menutupi senjatanya yang besar itu, seperti
basoka. Kemudian dia duduk lagi di atas bangku panjang sambil terus
memperhatikan aku yang sedang mengelap badan dengan handuk yang lain. Tadinya
aku tak tahu kalau Kolonel Amri memperhatikanku, kalau saja dia tidak mulai
bicara."Badan kamu juga bagus," katanya, "Gempal dan keras.
Kenapa burungmu masih juga tegang..""Nggak tahu nich.." kataku,
"Saya masih nafsu dengan Kolonel."Aku tertawa kecil dan Kolonel Amri
hanya tersenyum."Kamu mau lagi?" tanyanya.Aku terkejut mendengar
tawarannya. "Siapa takut," kataku dalam hati. Segera kulempar
handukku dan kuhampiri tubuh gagah itu, segera kubuka handuk Kolonel Amri yang
menutupi senjatanya. Saat itu pula Kolonel Amri beraksi lebih agresif. Dia juga
langsung memeluk dan menghempaskan tubuhku ke lantai. Kali ini dia seperti
banteng liar menyambar tubuhku. Dia menciumi seluruh tubuhku, dia juga menghisap
burungku, seperti yang kulakukan padanya. Walau tidak terlalu enak hisapannya,
karena mungkin belum tahu teknisnya, aku kadang meringis sakit ketika giginya
menyentuh daging kenyalku.Kemudian Kolonel Amri sudah mulai menindih tubuhku.
Pantatnya yang bulat berisi kuraba terus kuraba, dan dia mulai memainkan dan
menggosok-gosok senjatanya beradu dengan senjataku.Kolonel Amri terus bernafsu
menyerangku, pantatnya naik turun dengan kerasnya. Dia berusaha memasukkan
senjatanya yang besar itu ke lubangku, tapi akhirnya dia mengerti bahwa itu tak
mungkin. Aku pun bersyukur, karena tak tahu apa yang terjadi bila senjata besar
itu menembus tubuhku. Aku sendiri walau seperti ini, tapi belum pernah dimasuki
senjata kejantanan laki-laki. Aku selalu takut sakit. Sehingga senjata besar
itu hanya bermain di sela-sela pahaku, terus berayun, terus naik dan turun,
terus bergoyang di tubuhku."Ohh.. aku tak tahan Kolonel.. aku mau keluar..
oohh.. nikmat sekali Kolonel..Terus genjot yang keras Kolonel..
Teruuss.."Mendengar nafasku yang terus bernafsu, Kolonel Amri makin keras
lagi menggoyangkan pantatnya naik dan turun. Bibirnya pun mulai mencium
bibirku, hal itu tidak mau dilakukan saat yang pertama. Tapi kali ini dia
benar-benar beringas. Dia benar-benar Banteng Jantan!"Aku juga
menikmatinya, Di.." katanya.Makin keras genjotanya, makin nikmat rasanya.
Makin kasar ciumannya makin kunikmati. Permainannya begitu keras dan sedikit
kasar khas seorang militer. Tapi aku sangat menikmati, belum pernah kurasakan
nikmat seperti ini. Mungkin karena dia seorang militer, sehingga begitu keras
dan kasar permainannya. "Ohh.. nikmat sekali.. jantan
sekali..""Saya keluar Kolonel..""Aku juga.. Ohh.. aku
keluar..""Croot.. croot.. croot.."Banyak sekali sperma yang
tumpah dari senjata milik Kolonel Amri dan juga senjataku, walau pun sudah yang
kedua kali.Kami tidur di lantai sambil terus berpelukan, sampai tidak tahu
bahwa hari sudah mulai gelap. Kami pun terus bersahabat, dan setiap saat
melakukan permaianan dahsyat itu. Terima kasih Kolonel...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar